(cerpen recehan)
KAMISAH
"Ada salam dari Kamisah!"
Begitu pesan WA yang masuk di hp. Dari seorang teman lama, Jay namanya.
Sialan! Saya cuman ngeread aja. Malas menanggapinya. Sudah bertahun-tahun masih saja bahan bercandaannya kayak gitu. Seperti kurang nutrisi, bahan meledek kok yang itu-itu saja. Kamisah lagi Kamisah lagi. Ngga bosen-bosen.
Saya terkadang menduga, jangan-jangan setiap ingat saya, dia langsung ingat Kamisah. Sadis banget tuh anak, masa iya ingatannya kepada saya disejajarkannya dengan ingatannya terhadap bekas pembantunya dulu. Padahal kan saya ini teman akrabnya.
Sewaktu kerja di rumah Jay, Kamisah masih sangat lugu sekali. Maklumlah masih muda dan belum begitu lama tinggal di kota, selain itu pendidikannya juga hanya sampai sekolah dasar saja.
Yang brengsek tuh si Jay. Dia senang banget menggoda pembantunya itu. Dia bilang kalau saya naksir padanya. Konyol betul. Yang membuat saya jengah, eh si Kamisah percaya aja lagi sama omongan juragan gebleknya itu. Makanya sepertinya dia jadi sering cari-cari perhatian. Bolak-balik lewat ruang tamu, setiap kali jika saya sedang ada di rumah si Jay. Jengah rasanya.
Jay tampaknya seneng banget melihat saya serba salah. Setiap Kali Kamisah lewat dekat saya, dia berdehem meledek. Jengkel banget lihat tingkahnya. Apalagi kalau sudah mulai berguman: "Cie...cie!"
Bikin mangkel. Pingin rasanya ngejitak kepalanya tuh anak.
Tapi walaupun begitu, Jay itu teman yang baik. Enak untuk diajak belajar atau berdiskusi. Selain itu kakak-kakaknya juga ngga kalah baiknya, dan kalau masak pinter banget. Rasa masakannya enak-enak, dan yang terpenting gratis lagi. Makanya walaupun sering diejek, saya tetap sering ke rumahnya. Ngga pa pa lah diledekin juga, yang penting bisa ikut perbaikan gizi sambil belajar bareng tentunya.
Suatu hari ketika sedang seru-serunya bahas kalkulus berdua, sempat-sempatnya si Jay memulai konfrontasi.
"Kamisah, sini! Dipanggil nih sama abangmu!" teriaknya membuyarkan integral rangkap dua yang nyaris nempel di kepala.
"Apaan sih Lo! Jangan macem-macem deh!" protes saya.
Jay malahan nyengir kuda. Sedangkan Kamisah dengan malu-malu langsung menghampiri saya.
"Ada apa ya, Bang?" tanyanya sambil menunduk.
Hadeh! Siakul bener! Mau ngga mau saya harus ngomong. Kalau mengelak, saya kuatir si Kamisah merasa dipermainkan.
"Cuman mau nanya aja. Kamu tuh lahirnya hari Kamis, ya?" tanyaku sekenanya.
"Sok tau, deh! Orang saya lahir hari Senin sih."
"Kok, namanya Kamisah?"
"Ya, memang begitu pemberian bapakku. Kata bapakku, Kamisah itu artinya berbahagia. Bisa juga berarti pernikahan."
Dengan cepat Jay langsung nyamber: "Tuh, apa gue bilang! Sudah memang cocok, kok. Berbahagia kalau menikahinya. Cie....cie!"
Gedubrak!
Langsung saya lempar tuh anak pakai buku kalkulus. Makan tuh kalkulus!
No comments:
Post a Comment
SILAHKAN TULIS PESANMU