REFLEKSI AKHIR TAHUN
Bersyukurlah wahai teman-teman seperjuangan!
KARENA:
1. Seorang teman, telah beberapa tahun menjadi kepala sekolah di suatu yayasan. Karena link-nya yang luas, dia banyak mengenal dan dikenal orang-orang di Dinas Pendidikan. Sehingga tidak mengherankan ketika sejumlah anak buahnya ikut tes GBS, mereka lulus semua. Paling tidak menurutnya, salah-satu sebabnya adalah karena link-nya itu (mungkin benar, karena semua anak buahnya yang ikut tes lulus semua).
Waktu berjalan, aturan baru datang, semua anak buahnya yang GBS diangkat jadi CPNS. Sedangkan dia tetap jadi pegawai swasta, dengan nasib yang agak memiriskan. Karena sesuatu hal, yayasan memberhentikannya dari jabatan kepala sekolah. Dia pun set back, kembali menjadi guru biasa lagi, bahkan jadi walikelas pun tidak.
2. Seorang teman, setelah hampir limabelas tahun menjadi guru swasta akhirnya diangkat menjadi CPNS. Tak lama kemudian dia ikut Prajabatan untuk menjadi PNS. Selesai prajabatan, beliau sakit cukup serius. Akhirnya sebelum SK PNS-nya turun, Allah berkehendak lain, beliau dipanggil Tuhan, beliau wafat sebelum cita-citanya dan harapan keluarganya terpenuhi. Cita-citanya itu hanya NYARIS tercapai.
Beberapa waktu kemudian, karena merasa memikul kesedihan yang berat, Istrinya datang ke sekolah, membawa foto-foto kenangan almarhum suaminya, sengaja memberikannya sekolah. Foto-foto tersebut membuat istrinya tertekan, namun apabila dibuang, sayang katanya.
Istrinya bercerita, karena belum terbit SK PNS suaminya, maka dia dan anaknya tidak mendapat tunjangan pensiun.
3. Tahun lalu seorang teman, guru PNS dari suatu sekolah, ditetapkan sebagai peserta sertifikasi guru. Karena nilainya kurang, dia tidak lulus portofolio, sehingga harus ikut diklat PLPG. Beliau mengikutinya dengan baik. Tapi sayang di tempat diklat, dia terserang penyakit jantung. Orang biasa bilang kena angin duduk.
4. Beberapa waktu lalu, saat upacara hari guru di kantor PEMDA, diumumkan oleh panitia, bahwasanya seseorang guru honor yang sudah mengabdi selama duapuluhlima tahun mendapat penghargaan dari pemerintah daerah tersebut. Alhamdulillah sebuah sertifikat, sebagai bukti penghargaan atas pengabdiannya itu, diterimanya langsun dari tangan seorang Wakil Bupati yang cukup terkenal.
Sang guru mendapat, hanya mendapat penghargaan berupa selembar sertifikat. Apalagi selain itu, saya tidak tahu. Saya juga tidak tahu, bagaimana perasaan Sang Wakil Bupati yang kondang itu. Yang jelas, Pak guru tersebut tetap menjadi pegawai honorer disuatu SD Negeri dengan penghasilan semoga saja membawa berkah bagi kehidupan beliau.
Asslamu'alaikum,
ReplyDeleteMaaf bung Bicar, saya agak kurang nyambung meyimak antara isi dan ajakan syukur. Tentu tulisan tersebut bukan untuk mensyukuri mereka yang menderita. Kalau berusaha disambung-sambungka n,saya kira, kita harus bersyukur karena nasib kita lebih baik dari saudara-saudara kita yang lain, seperti yang bung Bicar paparkan.
Benar ataupu tidak, hubungan itu, namun syukur itu memang harus menjadi bagian dari kehidupan kita. teramat banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita, yang tidak mungkin kita dapat menghitungnya.
Mengubah paradigma, bahwa guru akan sejahtera hanya bila menjadi PNS,memang sesuatu hal sulit. Sangat kental kalau guru itu harus PNS. Pertanyaan Kapan diangkat? Kenapa belum diangkat? seolah menjadi pertanyaan yang menakutkan.
Di KTP saya saja, mulanya pada formulir saya cantumkan pekerjaan sebagai guru, yang keluar dan tercetak adalah PNS. Wajar kalau kemudian semua ramai-ramai meraihnya. Berbagai cara ditempuh. Mulai dari mereka yang istiqomah, dengan kesabaran menjadi guru honorer /guru bantu/guru TKK atau apapun namanya, dengan harapan suatu saat ada pengangkatan. Tidak sedikit pula yang harus menempuh cara pintas dengan melunturkan idealisme kita sebagai pendidik. Apa jadinya pendidikan kita, kalau status itu kita raih dengan cara yang salah ?
Peluang menjadi PNS bagi guru memang bukan hal yang gampang. LPTK sudah melimpah ruah, negeri maupun swasta, dengan status terakreditasi atau hanya terdengar saja. semua menghasilkan sarjana pendidikan. Porsi PNS itu harus diperebutkan banyak orang. Terlalu pesimis dan dholim rasanya bila sumber kebahagian kita anggap hanya terletak di situ. Bukankan Allah menyuruh kita menyebar di muka bumi? pasti kita akan mendapatkan rizki bahkan dari pintu yang tak pernah kita duga.
Alhamdulilah, lulus dari Kimia UPI (Universitas Padahal Ikip)tahun 93,dan hingga kini TIDAK menjadi PNS. Menjadi Guru di sekolah swasta, namuan tidak lantas harus hidup dengan serba kekurangan dan memprihatinkan. Dengan manajemen "cukup", telah membuat kami sekeluarga sulit untuk mensyukuri nikmat Allah yang terus deras mengalir. Hidup kami memang tidak berlebihan namun alhamdulilah tidak pernah kekurangan. Kata kuncinya hanya mencukupkan penghasilan dengan standar kebutuhan.
Saya memang sudah lulus sertifikasi. Sertifikat Pendidik Profesional sudah saya peroleh. Namun sampai saat ini tidak lantas "belingsatan" karena tunjangan belum juga cair, karena impasing yang belum juga tuntas. seangkatan saya yang lulus sertifikasi tahun 2007, sudah berulang kali dapat tunjangan profesi. Ya, biar sajalah. kalau memang sudah rizkinya, insya Allah tidak akan lari ke mana?
Allah tidak akan membiarkan kita dengan profesi mulia, hidup dengan kehinaan. Gajah aja yang ngga pernah sholat dan ngajar seperti kita badannya gede, masa kita harus pesimis?
Heri
tetap jadi guru
tetap tidak jadi PNS
dan tetap bahagia
www.albayan. or.id
Assalamualaikum,
ReplyDeleteMaaf Pak Bicar ...
barangkali bapak salah ngetik atau saya yang salah mengerti yaa ... ?
Di awal tulisan Bapak, bapak menghimbau kita untuk bersyukur. Tapi kok yang ditampilkan pada kalimat-kalimat selajutnya adalah sederet penderitaan ? apa kita harus nyukurin orang lain yang menderita, atau bagaimana yaa ... ?
Saya sendiri adalah seorang guru swasta, tidak pernah bercita-cita menjadi PNS, menolak ikut tes PNS meski disuruh-suruh, dan sampai saat ini alhamdulillah saya masih sejahtera, sehat dan bahagia ...
Memangnya hina ya jadi guru swasta ?
Saya sangat setuju pemerintah harus memperhatikan nasib guru swasta. Tapi itu bukan berarti kita guru swasta harus 100 persen bergantung pada pemerintah, yang kalau kita nggak lulus tes PNS kiamatlah dunia kita, dan seterusnya ....
Saya jadi berfikir, oh pantas saja jika sampai saat ini sangat sulit bagi institusi pendidikan menanamkan spirit kewirausahaan di kalangan siswa, karena memang gurunya sendiri tidak memiliki semangat itu.
Mohon maaf kalau saya tidak sepaham dengan pak Bicar, dan dengan rekan - rekan guru swasta lain yang menganggap menjadi PNS adalah segala-galanya. Janganlah kita mengerdilkan potensi kreatifitas yang telah Allah berikan kepada kita.
Ayo, tetap semangat mendidik anak-anak bangsa Indonesia ... !
salam
Selamat memasuki tahun 2009.
ReplyDeleteSemoga refleksi, retrospeksi, atau introspeksi yang dilakukan pada
akhir tahun 2008 yang lalu mengkristalkan semangat (ya semangat
positif) untuk melanjutkan perjalanan atau kembara hidup yang telah
dimulai.
Mengikuti "diskusi" ini saya, pensiunan guru yang sewaktu memasuki
masa pensiun pada April 3 tahun yang lalu telah mengabdikan diri di
dunia pendidikan formal (dalam hal ini SMP Swasta) selama lebih dari
36 tahun, merasa 'terharu' dan 'trenyuh'. Mengapa 'nasib' guru
seperti ini?
Berbagai pertanyaan muncul dalam benak, antara lain:
1. Berapa banyak rekan guru yang ada dalam kegelisahan karena didera
rasa tidak aman atas pekerjaannya?
2. Berapa banyak yang merasa pekerjaannya tidak memperoleh
penghargaan / apresiasi / penggajian yang memberi rasa nyaman dalam
bekerja sebagai guru?
3. Berapa banyak yang merasa teraniaya karena kelayakannya sebagai
guru (sudah lulus sertifikasi) dan sudah pula 'ikut' meluluskan
banyak siswa namun hak-haknya tidak atau belum dipenuhi sebagaimana
mustinya?
4. Berapa banyak 'guru' yang tidak/belum didukung dengan
profesionalitas formal kecewa karena pekerjaannya dirasakan tidak
lagi aman? Belum S1, tidak mungkin mengikuti sertifikasi tapi secara
nyata dibutuhkan oleh masyarakat/sekolah untuk menjadi guru? Ilmunya
tetap maju karena menerapkan lifelong learning namun tidak mengikuti
pendidikan formal.
5. ....
Masih banyak lagi pertanyaan lain yang berkecamuk, tapi apa
hubungannya dengan PNS atau CPNS?
Bukankah masyarakat dan Pemerintah telah berupaya untuk menghargai
para guru dengan sebaik-baiknya, dan dalam hal ini tidak ada program
penyelesaian melalui menjadikannya CPNS atau PNS, maksudnya, sebagai
guru swastapun akan dihargai secarasetara. Tapi ada penghargaan
yang 'setara' antara guru PNS dan guru GTY (Guru Tetap Yayasan) alias
guru swasta.
Bagaimana caranya agar niat pemberian penghargaan itu dan penataan
profesionalitas guru dapat terselenggara (diwujudkan) dengan baik dan
dari tahun ke tahun terus meningkat? Guru sejahtera, dan bekerja
secara nyaman, maka masa depan siswa dapat diharapkan.
Melalui anggaran yang 20% APBN itu? Melalui CSR yang sudah mulai juga
dilakukanoleh perusahaan besar? Melalui LSM? Atau melalui ide lain
yang lebih cemerlang dan praktis?
Hayo, kita urun rembuk.
Wassalam
Matwid
Selamat Pagi semuanya,
ReplyDeletemaaf jika sedikit menyimpang, namun saya mau menyampaikan pendapat saya mengenai PNS, dan guru PNS, serta orang yang mati-matian ingin jadi PNS.
saya mau share mengenai Skripsi saya, yang mencoba meneliti tentang job insecurity - bisa dibilang adalah suatu perasaan tidak aman dari kemungkinan pemberhentian kerja. jadi orang dengan Job insecurity tingkat 10 besok dia tidak tahu apakah masih bekerja disana atau tidak, sedangkan orang dengan job insecurity tingkat 1 dia yakin tidak mungkin kehilangan pekerjaan tersebut selamanya.
dari penelitian saya job insecurity mempengaruhi kualitas kinerja, dengan mengikuti standar kurva berbentuk genta. dengan nilai berikut:
- level 1- kerja dengan malas-malasan.
- level 8 - muncul kinerja terbaik, dan
- level 10 mengacuhkan tanggung jawabnya (sibuk mencari kerja baru).
PNS memiliki job insecurity level 1-4 (karena mekanisme PHK sangat rumit, sehingga seperti yang kita tahu jarang ada PHK PNS).
seorang guru sebagai motor perubahan masa depan negara ini sangat berbahaya jika memiliki kinerja setengah hati. dan guru PNS sepengetahuan saya juga mengikuti alur Job insecurity ini. jika kemudian seorang guru harus mati-matian ingin menjadi PNS (sampai melunturkan idealisme pendidik) kira-kira bagaimana dia akan bertanggung jawab dengan amanahnya di hari penghitungan kelak?
saya sendiri tidak pernah berkeinginan segitunya untuk jadi PNS. karena saya tahu bahwa saya bisa memperoleh kemakmuran finansial puluhan kali lebih besar asal saya tidak berhenti berusaha dan memberikan apa yang terbaik yang bisa saya lakukan.