tag:blogger.com,1999:blog-1737947431500262280.comments2009-01-12T20:01:46.987-08:00Cahaya HarmoniBicarisme Storehttp://www.blogger.com/profile/05779615510032376536noreply@blogger.comBlogger5125tag:blogger.com,1999:blog-1737947431500262280.post-67348959169243424302009-01-12T20:01:00.000-08:002009-01-12T20:01:00.000-08:00pak minta foto anaknya donk.............pak minta foto anaknya donk.............ana taniahttps://www.blogger.com/profile/14713651419136050154noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1737947431500262280.post-41306494018132705402009-01-07T05:52:00.000-08:002009-01-07T05:52:00.000-08:00Selamat Pagi semuanya,maaf jika sedikit menyimpang...Selamat Pagi semuanya,<BR/><BR/>maaf jika sedikit menyimpang, namun saya mau menyampaikan pendapat saya mengenai PNS, dan guru PNS, serta orang yang mati-matian ingin jadi PNS.<BR/>saya mau share mengenai Skripsi saya, yang mencoba meneliti tentang job insecurity - bisa dibilang adalah suatu perasaan tidak aman dari kemungkinan pemberhentian kerja. jadi orang dengan Job insecurity tingkat 10 besok dia tidak tahu apakah masih bekerja disana atau tidak, sedangkan orang dengan job insecurity tingkat 1 dia yakin tidak mungkin kehilangan pekerjaan tersebut selamanya.<BR/>dari penelitian saya job insecurity mempengaruhi kualitas kinerja, dengan mengikuti standar kurva berbentuk genta. dengan nilai berikut:<BR/>- level 1- kerja dengan malas-malasan.<BR/>- level 8 - muncul kinerja terbaik, dan<BR/>- level 10 mengacuhkan tanggung jawabnya (sibuk mencari kerja baru).<BR/><BR/>PNS memiliki job insecurity level 1-4 (karena mekanisme PHK sangat rumit, sehingga seperti yang kita tahu jarang ada PHK PNS).<BR/><BR/>seorang guru sebagai motor perubahan masa depan negara ini sangat berbahaya jika memiliki kinerja setengah hati. dan guru PNS sepengetahuan saya juga mengikuti alur Job insecurity ini. jika kemudian seorang guru harus mati-matian ingin menjadi PNS (sampai melunturkan idealisme pendidik) kira-kira bagaimana dia akan bertanggung jawab dengan amanahnya di hari penghitungan kelak?<BR/><BR/>saya sendiri tidak pernah berkeinginan segitunya untuk jadi PNS. karena saya tahu bahwa saya bisa memperoleh kemakmuran finansial puluhan kali lebih besar asal saya tidak berhenti berusaha dan memberikan apa yang terbaik yang bisa saya lakukan.Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1737947431500262280.post-66621530316785347512009-01-07T05:51:00.000-08:002009-01-07T05:51:00.000-08:00Selamat memasuki tahun 2009.Semoga refleksi, retro...Selamat memasuki tahun 2009.<BR/>Semoga refleksi, retrospeksi, atau introspeksi yang dilakukan pada<BR/>akhir tahun 2008 yang lalu mengkristalkan semangat (ya semangat<BR/>positif) untuk melanjutkan perjalanan atau kembara hidup yang telah<BR/>dimulai.<BR/><BR/>Mengikuti "diskusi" ini saya, pensiunan guru yang sewaktu memasuki<BR/>masa pensiun pada April 3 tahun yang lalu telah mengabdikan diri di<BR/>dunia pendidikan formal (dalam hal ini SMP Swasta) selama lebih dari<BR/>36 tahun, merasa 'terharu' dan 'trenyuh'. Mengapa 'nasib' guru<BR/>seperti ini?<BR/><BR/>Berbagai pertanyaan muncul dalam benak, antara lain:<BR/>1. Berapa banyak rekan guru yang ada dalam kegelisahan karena didera<BR/>rasa tidak aman atas pekerjaannya?<BR/>2. Berapa banyak yang merasa pekerjaannya tidak memperoleh<BR/>penghargaan / apresiasi / penggajian yang memberi rasa nyaman dalam<BR/>bekerja sebagai guru?<BR/>3. Berapa banyak yang merasa teraniaya karena kelayakannya sebagai<BR/>guru (sudah lulus sertifikasi) dan sudah pula 'ikut' meluluskan<BR/>banyak siswa namun hak-haknya tidak atau belum dipenuhi sebagaimana<BR/>mustinya?<BR/>4. Berapa banyak 'guru' yang tidak/belum didukung dengan<BR/>profesionalitas formal kecewa karena pekerjaannya dirasakan tidak<BR/>lagi aman? Belum S1, tidak mungkin mengikuti sertifikasi tapi secara<BR/>nyata dibutuhkan oleh masyarakat/sekolah untuk menjadi guru? Ilmunya<BR/>tetap maju karena menerapkan lifelong learning namun tidak mengikuti<BR/>pendidikan formal.<BR/>5. ....<BR/><BR/>Masih banyak lagi pertanyaan lain yang berkecamuk, tapi apa<BR/>hubungannya dengan PNS atau CPNS?<BR/>Bukankah masyarakat dan Pemerintah telah berupaya untuk menghargai<BR/>para guru dengan sebaik-baiknya, dan dalam hal ini tidak ada program<BR/>penyelesaian melalui menjadikannya CPNS atau PNS, maksudnya, sebagai<BR/>guru swastapun akan dihargai secarasetara. Tapi ada penghargaan<BR/>yang 'setara' antara guru PNS dan guru GTY (Guru Tetap Yayasan) alias<BR/>guru swasta.<BR/><BR/>Bagaimana caranya agar niat pemberian penghargaan itu dan penataan<BR/>profesionalitas guru dapat terselenggara (diwujudkan) dengan baik dan<BR/>dari tahun ke tahun terus meningkat? Guru sejahtera, dan bekerja<BR/>secara nyaman, maka masa depan siswa dapat diharapkan.<BR/>Melalui anggaran yang 20% APBN itu? Melalui CSR yang sudah mulai juga<BR/>dilakukanoleh perusahaan besar? Melalui LSM? Atau melalui ide lain<BR/>yang lebih cemerlang dan praktis?<BR/>Hayo, kita urun rembuk.<BR/>Wassalam<BR/>MatwidAnonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1737947431500262280.post-36959301392518500592009-01-07T05:48:00.000-08:002009-01-07T05:48:00.000-08:00Assalamualaikum, Maaf Pak Bicar ...barangkali bapa...Assalamualaikum,<BR/> <BR/>Maaf Pak Bicar ...<BR/>barangkali bapak salah ngetik atau saya yang salah mengerti yaa ... ?<BR/>Di awal tulisan Bapak, bapak menghimbau kita untuk bersyukur. Tapi kok yang ditampilkan pada kalimat-kalimat selajutnya adalah sederet penderitaan ? apa kita harus nyukurin orang lain yang menderita, atau bagaimana yaa ... ?<BR/>Saya sendiri adalah seorang guru swasta, tidak pernah bercita-cita menjadi PNS, menolak ikut tes PNS meski disuruh-suruh, dan sampai saat ini alhamdulillah saya masih sejahtera, sehat dan bahagia ...<BR/> <BR/>Memangnya hina ya jadi guru swasta ? <BR/>Saya sangat setuju pemerintah harus memperhatikan nasib guru swasta. Tapi itu bukan berarti kita guru swasta harus 100 persen bergantung pada pemerintah, yang kalau kita nggak lulus tes PNS kiamatlah dunia kita, dan seterusnya ....<BR/> <BR/>Saya jadi berfikir, oh pantas saja jika sampai saat ini sangat sulit bagi institusi pendidikan menanamkan spirit kewirausahaan di kalangan siswa, karena memang gurunya sendiri tidak memiliki semangat itu.<BR/> <BR/>Mohon maaf kalau saya tidak sepaham dengan pak Bicar, dan dengan rekan - rekan guru swasta lain yang menganggap menjadi PNS adalah segala-galanya. Janganlah kita mengerdilkan potensi kreatifitas yang telah Allah berikan kepada kita.<BR/> <BR/>Ayo, tetap semangat mendidik anak-anak bangsa Indonesia ... !<BR/> <BR/> <BR/>salamAnonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1737947431500262280.post-46195328989258842092009-01-07T05:45:00.000-08:002009-01-07T05:45:00.000-08:00Asslamu'alaikum, Maaf bung Bicar, saya agak kurang...Asslamu'alaikum,<BR/> <BR/>Maaf bung Bicar, saya agak kurang nyambung meyimak antara isi dan ajakan syukur. Tentu tulisan tersebut bukan untuk mensyukuri mereka yang menderita. Kalau berusaha disambung-sambungka n,saya kira, kita harus bersyukur karena nasib kita lebih baik dari saudara-saudara kita yang lain, seperti yang bung Bicar paparkan.<BR/> <BR/>Benar ataupu tidak, hubungan itu, namun syukur itu memang harus menjadi bagian dari kehidupan kita. teramat banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita, yang tidak mungkin kita dapat menghitungnya.<BR/> <BR/>Mengubah paradigma, bahwa guru akan sejahtera hanya bila menjadi PNS,memang sesuatu hal sulit. Sangat kental kalau guru itu harus PNS. Pertanyaan Kapan diangkat? Kenapa belum diangkat? seolah menjadi pertanyaan yang menakutkan.<BR/>Di KTP saya saja, mulanya pada formulir saya cantumkan pekerjaan sebagai guru, yang keluar dan tercetak adalah PNS. Wajar kalau kemudian semua ramai-ramai meraihnya. Berbagai cara ditempuh. Mulai dari mereka yang istiqomah, dengan kesabaran menjadi guru honorer /guru bantu/guru TKK atau apapun namanya, dengan harapan suatu saat ada pengangkatan. Tidak sedikit pula yang harus menempuh cara pintas dengan melunturkan idealisme kita sebagai pendidik. Apa jadinya pendidikan kita, kalau status itu kita raih dengan cara yang salah ?<BR/> <BR/>Peluang menjadi PNS bagi guru memang bukan hal yang gampang. LPTK sudah melimpah ruah, negeri maupun swasta, dengan status terakreditasi atau hanya terdengar saja. semua menghasilkan sarjana pendidikan. Porsi PNS itu harus diperebutkan banyak orang. Terlalu pesimis dan dholim rasanya bila sumber kebahagian kita anggap hanya terletak di situ. Bukankan Allah menyuruh kita menyebar di muka bumi? pasti kita akan mendapatkan rizki bahkan dari pintu yang tak pernah kita duga.<BR/>Alhamdulilah, lulus dari Kimia UPI (Universitas Padahal Ikip)tahun 93,dan hingga kini TIDAK menjadi PNS. Menjadi Guru di sekolah swasta, namuan tidak lantas harus hidup dengan serba kekurangan dan memprihatinkan. Dengan manajemen "cukup", telah membuat kami sekeluarga sulit untuk mensyukuri nikmat Allah yang terus deras mengalir. Hidup kami memang tidak berlebihan namun alhamdulilah tidak pernah kekurangan. Kata kuncinya hanya mencukupkan penghasilan dengan standar kebutuhan.<BR/> <BR/>Saya memang sudah lulus sertifikasi. Sertifikat Pendidik Profesional sudah saya peroleh. Namun sampai saat ini tidak lantas "belingsatan" karena tunjangan belum juga cair, karena impasing yang belum juga tuntas. seangkatan saya yang lulus sertifikasi tahun 2007, sudah berulang kali dapat tunjangan profesi. Ya, biar sajalah. kalau memang sudah rizkinya, insya Allah tidak akan lari ke mana?<BR/> <BR/>Allah tidak akan membiarkan kita dengan profesi mulia, hidup dengan kehinaan. Gajah aja yang ngga pernah sholat dan ngajar seperti kita badannya gede, masa kita harus pesimis?<BR/> <BR/>Heri<BR/>tetap jadi guru<BR/>tetap tidak jadi PNS<BR/>dan tetap bahagia<BR/>www.albayan. or.idAnonymousnoreply@blogger.com